CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

What time is it???

”free

Senin, 07 Januari 2013

Kebijakan Desentralisasi Pendidikan dan Kendala Pelaksanaannya


Pemberlakuan UU Otonomi Daerah yang dimulai dengan ditetapkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian disempurnakan dengan UU nomor 32 Tahhun 2004 tentang pemerintahan Daerah, dengan diserahkannya sejumlah kewenangan yang semula menjadi urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, mengakibatkan teradinya perubahan dalam berbagai aspek pembangunan di Indonesia termasuk juga dalam aspek pendidikan.
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, pemerintah daerah diharapkan untuk senantiasa meningkatkan kemampuan nya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan sampai pemantauan atau monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional  yang telah digariskan.[1]
Kendatipun sentalisasi pendidikan di satu sisi mempunyai nilai positif, paling tidak dalam hal ini tercapainya standar mutu secara nasional, namun disisi lain mempunyai dampak yang tidak sedikit. Akibat sentralisasi, sekolah tidak memiliki kebebaasn mengembangkan diri, sekolah yang baik akan terhambat karena dipaksa mengikuti aturan-aturan pemerintah pusat, para guru hanya sekedar menjadi pelaksana petunjuk, sehingga tidak kreatif mendampingi peserta didik.
Untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan secara nasional diseluruh wilayah Indonesia  mengalami sejumlah masalah dan kendala yang perlu diatasi.masalah-masalah yang berkaitan dengan substansi manajemen pendidikan dan perundang-undangan adalah sebagai berikut.
A.     Masalah Kurikulum
Kondisi masyarakat Indonesia yang beragam seperti budaya, adat, suku, sumberdaya alam dan bahkan sumberdaya manusianya.  Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem pendidikannya yang sesuai dengan kondisi objekif di daerahnya. Situasi ini memacu terciptanya pengangguran lulusan akibat tidak relevannya kurikulum dengan kondisi daerah.
Dalam konteks otonomi daerah, kurikulum suatu lembaga pendidikan tidak sekedar mencakup meteri pelajaran yang dituntut di dalam suatu jenis dan jenjang pendidikan. Dalam pengertian yang luas, kurikulum berisi kondisi yang telah melahirkan suatu rencana atau program pelajaran tertentu, juga berkenaan dengan proses belajar yang terjadidi dalam lembaga, fasilitas yang menunjang terjadinya proses, dan akhirnya produk atau hasil dari proses tersebut.
Kurikulum kelembagaan pendidikan yang baik adalah kurikulum kelembagaan pendidikan  yang berkembang dari dan untuk masyarakat . dalam kaitannya dengan manaemen kurikulum, peningkatan relevansi dengan tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat antara lain perlu diadakan manajemen kurikulum yang berangkat dari suatu prediksi yang dapat memberikan gambaran dan keadaan masyarakat beberapa tahun mendatang.  Oleh karena itu, kurikilum pendidikan harus tetap dijaga agar selalu responsif dalam mengikuti perkembangan teknologi yang menunjang pelaksanaan tugas lulusan lapangan.[2]
B.      Masalah Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah yang paling utama dalam melakukan implementasi desentralisasi pendidikan. Implementasi desentralisasi pendidikan masih menyimpan beberapa kendala seperti dalam pengangkatan pengelolaan pendidikan yang tidak memperhatikan latar belakang dan profesionalisme.
Bagaimanapun sumber daya manusia yang kurang profesional akan menghambat pelaksanaan sistem pendidikan . penataan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keahliannya yang menyebabkan pelaksanaan pendidikan yang tidak profesional. Banyak tenaga kependidikan yang latar belakang pendidikannya tidak relevan ditempatkan di dunia kerja yang ditekuninya.
Pengelolaan dan pembinaan pegawai di kabupaten/kota satu dengan lainnya tidak sama, sehingga sering menimbulkan kecemburuan antar pegawai. Kekurangan tenaga guru sulit diatasi karena mutasi PNS/guru kabupaten/kota maupun provinsitidak dapat dilakukan. Dalam kondisi ini akibatnya sangat merugikan bagi daerah untuk dapat maju dan berkembang sesuai dengan potensi sumber daya manusia yang dimilikinya.
C.     Masalah Dana, Sarana, dan Prasarana
Persoalan dana merupakan persoalan yang paling krusial dalam perbaikan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia karena dana adalah salah satu syarat atau unsur yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Pada saat sentralisasi, dana masyarakat yang selama ini digunakan untuk membiayai pendidikan belum optimal teralokasikan secara proporsional sesuai dengan kemampuandaerah. Sarana dan prasarana pendidikan sangat tergantung pengadaannya dari pemerintah pusat.
Sementara itu, dalam konteks pembiayaan, dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka anggaran pendidikan di alokasikan pada APBD.  Terlihat jelas penurunan biaya penyelenggaraan pendidikan. Di samping pemahaman pimpinan daerah terhadap pendidikan, banyak yang sangat terbatas, tidak jarang pemerintah daerah juga menempatkan pembangunan pendidikan bukan berada pada skala prioritas. Pada umumnya di pemerintah daerah pada saat pengambilan kebijakan yang lain, jika berbicara masalah pendidikan semua sepakat pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus menjadi prioritas pembangunan. Namun, ketika sampai pada tahap implementasi dan pengambilan kebijakan, terutama menyangkut anggaran pendidikan di APBD, semuanya tidak ada lagi yang mampu berbuat banyak.
Sementara itu, dalam bidang perlengkapan, seringkali terjadi perebutan aset, dan umumnya aset departemen beralih menjadi aset provinsi. Pengaturan penggunaan aset belum tentu sesuai dengan beban tugas masing-masing instansi dinas. Sementara proses penghapusan barang melalui waktu yang lama dan birokrasi yang sangat panjang.

Daftar pustaka
1.       Hasbullah. Otonomi Pendidikan( kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap       Penyelenggaraan Pendidikan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007.
2.       Bahtiar, Yoyon. I. Kebijakan Pembaruan Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.


[1] Yoyon Bahtiar. I. Kebijakan Pembaruan Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011. Hal.87
[2] Hasbullah. Otonomi Pendidikan( kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007. Hal. 21

0 komentar:

Posting Komentar