CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

What time is it???

”free

Minggu, 17 Maret 2013

memahami, mengerti, menghargai dan menerima

Menjadi seorang yang bisa menghargai, mengerti, dan menerima orang lain adalah hal yang tak mudah tapi pasti bisa. hal inilah yang saat ini inginku pelajari.Belajar mengetahui betapa pentingnya tiga hal tersebut.  Menghargai perbedaan yang mungkin terjadi ketika kita sedang menjalin sebuah hubungan.Baik hubungan antar keluarga, persahabatan maupun percintaan. 

Rabu, 27 Februari 2013

It's About Love

" Bila dirimu sedang menunggu seseorang untuk menjalani kehidupan menuju ridho Nya, bersabarlah dengan keindahan. Demi Allah dia tidak datang dengan ketampanan, kecantikan, kecerdasan, maupunkekayaan tapi Allah lah yang menggerakan hati manusia. Janganlah tergesa-gesa mengekspresikan cinta kepadaNya sebelum Allah mengizinkan karena belum tentu yang engkau cintai adalah yang terbaik untukmu. Siapakah yang lebih mengetahui dari Allah. Simpanlah segala cinta dan derap hati, Allah akan menjawab lebih indah pada saat waktunya tiba."

Senin, 07 Januari 2013

LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)

Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”;  “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”. Hal tersebut juga dikuatkan dalam sabda Rasulullah SAW.
كلكم راع وكلكم مسعول عن رعيته
"Artinya : Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Menurut Bachtiar Surin yang dikutip oleh Maman Ukas bahwa “Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu”.
Dari uraian tersebut jelas bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin
 Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Leadership atau kepemimpinan adalah “proses pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu, melalui proses komunikasi terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Hal ini ditegaskan oleh McFarland (1978) kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan. Di sini diperlukan kemampuan membina kerja sama dan membangun komunikasi, meningkatkan rasa aman dan kesejahteraan bawahan serta mampu menformulasikan dan mendifinisikan tujuan dan sasaran akhir organisasi.
Dengan demikian kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakan, mengarahkan, memberi perintah atau pengaruh, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara bekerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja sehingga tercapainya sebuah tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, peserta didik, atau orang tua peserta didik dan pihak terkait untuk bekerja atau berperan guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Meminjam term Thomp (1993:40) kepala sekolah merupakan orang yang sangat penting dalam sistem sekolah yang mana mengusahakan, memelihara aturan dan disiplin, menyediakan barang-barang yang diperlukan, melaksanakan dan meningkatkan program sekolah, serta memilih dan mengembangkan pegawai/personil.
            Pendekatan dalam kepemimpinan
            Dalam menghadapi perubahan lingkungan, organisasi membutuhkan pemimpin yang tanggap, kritis dan berani mengambil keputusan strategis untuk mencapai organisasi kompetitif. Seseorang pemimpin mempunyai strategi untuk mengarahkan dan memotivasi bawahan agar secara sadar terlibat dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan yang ditampilkan dalam manajerial secara konsisten disebut dengan gaya (style) kepemimipinan. Gaya kepemimpinan dimaksudkan sebagai cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya. Dengan demikian, gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin berperilaku secara konsisten terhadap bawahan sebagai anggota kelompoknya. Dengan demikian, gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin berperilaku secara konsisten terhadap bawahan sebagai anggota kelompoknya.gaya kepemimpinan yang diterapkan bergantung pada tingkat kematangan atau kedewasaan (mature) bawahan dan tujuan yang ingin dicapai. Bawahan sebagai unsur penting yang terlibat dalam pencapaian tujuan mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan, kebutuhan dan kepribadian, sehingga pendekatan yang dilakukan pemimpin disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan.
            Secara umum terdapat tiga pendekatan atau gaya kepemimpinan yaitu;
(1) pendekatan kemampuan menurut sifat (Traits model), mengkaji tentang perangai dan kemampuan yang menandai karakteristik pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil.
(2) pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori perilaku (behavioral model), memusatkan perhatian terhadap tindakan yang dilakukan pemimpin didalam melaksanakan pekerjaan menejerial.
(3) Kepemimpinan menurut teori kontingensi (Contingency model). Mengkaji kesesuaian antara perilaku pemimpin dengan karakteristik situasional terutama tingkat kematangan bawahan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kondisi yang menentukan efektivitas pemimpin bervariasi menurut situasi, kematangan atau kedewasaan bawahan.
            Pendekatan Situasional (Contingency) dalam kepemimpinan
            Pendekatan situasional berpendapat bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap, dna  persepsi. Pada dasarnyua teori ini menyatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimipin dan situasi.Fieler mengidentifikasi tiga aspek dalam situasi pekerjaan yang membantu menentukan gaya kepemimpinan yang efektif sebagai berikut: pertama, variable
hubungan antara pemimpin dan anggota. Jika pemimpin diterima dengan baik oleh anggota kelompok dan anggota kelompok menghargai pemimpin, maka pemimpin tidak perlu berstandar pada wewenang formalnya. Akan tetapii jika trjadi sebaliknya, maka pimpinan harus menyandarkan diri pada perintah untuk menyelesaikan tugasnya. Kedua,  variable struktur tugas dalam situasi kerja. Tugas yang berstruktur adalah tugas yang prosedur atau intruksi langkah demi langkah untuk untuk penyelesaian tugas terdebut telah tersedia, agar anggota mengerti tugas yang akan dikerjakan. Semakin jelas dan terperinci tugas yang akan dilaksanakan, maka semakin besar dukungan anggota. Pemimpin dalam situasi seperti ini mempunyai wewenang yang besar. Ketiga, variable kekuasaan sebagai wewenang atau posisi pemimpin. Posisi sebagai pemimpin puncak atau pemimpin tingkat menengah memudahkan tugas pemimpin dalam mempengaruhi bawahan.
            Bawahan akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan gaya yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kemauan bawahan. Aspek penting dalam teori ini adalah adanya kesesuaian perilaku pemimpin terhadap bawahannya. Pendekatan kontingensi menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan tergantung pada factor-faktor situasi, bawahan, tugas, organisasi, dan variable-variabel lingkungan lainnya.

Hubungan antara Profesionalme dan Kinerja Guru PAI


            Untuk menjadi pendidik yang professional tidaklah mudah karena ia harus memiliki berbagai kompetensi keguruan. Kompetensi dasar bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan “ suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterempilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.” Definisi ini mengandung arti bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruan, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan bai, serta dapat memenuhi keinginan dan. harapan peserta didik. (Rostyah NK, 1082 : 12)
            Dalam melaksanakan pendidikan Islam kita dapat berasumsi bahwa setiap umat Islam wajib mendakwahkan ajaran agamanya. Hal tersebut dapat dipahami dari firman Allah dalam Surah AAn-Nahl (16) : As-Syura’ (42) : 15, Ali Imran (3) : 104, al-Ashr (103) : 1-3, dan hadits Nabi: “ sampaikan ajaran dariku walaupun satu sepatah kata (seayat),”.(HR. Al-Bukhari)
            Berdasarkan ayat-ayat dan hadits tersebut dapat dipahami bahwa siapapun dapat menjadi pendidikan dalam pendidikan Islam, dengan catatan ia memiliki kemampuan dan pengetahuan lebih. Di samping itu, ia mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan sebagai penganut Islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam dan bersedia menularkan pengetahuan dan nilai Islam pada orang lain. Namun demikian, untuk menjadi pendidik Islam yang professional masih diperlukan persyaratan yang lebih dari itu.
Pendidik Islam yang professional harus memilki kompetensi yang lebih, meliputi:
1.      Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya,
2.      Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya,
3.      Penguasaan ilmiu dan wawasan kependidikan,
4.      Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan Islam di masa depan,
5.      Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung mendukung kepentingan tugasnya.
Untuk mewujudkan pendidikan yang professional, kita dapat mengacu pada tuntutan Nabi karena beliau satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang  waktu yang paling singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan pendidik yang ideal. Keberhasilan Nabi sebagai pendidik didahului oleh bekal kepribadian yang berkualitas, kepeduliannya terhadap masalah-masalah social religious serta semangat dan ketajaman dalam membaca, menganalisis, meneliti, dan mengeksperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut nama Allah. Kemudian beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman, amal shaleh,bejuang dan bekerja samamenegakan kebenaran, mampu bekerja sama dalam dalam kesabaran,.
            Berdasarkan paparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang melandasi keberhasilan pendidik adalah pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai beberapa kompetensi sebagai berikut.
1.      Kompetensi Personal Religius
Kemampuan yang menyangkut kepribadian agamis, artinya, pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didik. Misalnya, nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban dan sebainya. Nilai tersebut dapat perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi pemindahan penghayatan nilai-nilai antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung.
2.      Kompetensi Sosial-Religius
Kemampuan yang menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah social selaras dengan dakwah Islam. Sikap gotong royong, tolong menolong, toleransi dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut juga perlu dimiliki oleh seorang pendidikmuslim.
3.      Kompetensi professional religious
 Kemampuan ini menyangkut kemampuan  untuk menjalankan tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus dan dapat mempertanggung jawabkannya berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Selain itu dalam versi lain, kompetensi pendidik dapat dijabarkan dalam berbagai koompetensi sebagai berikut:
a.       Menguasai keseluruhan materi yang disampaikan kepada peserta didik sehingga ia harus belajar dan mencari informasi tentang materi yang diajarkannya.
b.      Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang disampaikan dan menghubungakannya dengan konteks komponen-komponen llain secara keseluruhan melalui pola yang diberikan Islam tentang bagaimana cara berfikir dan cara hidup yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi.
c.       Mengamalkan terlebih dahuluinformasi yang telah didapat sebelum disajikan kepada peserta didik.(QS. As-Shaf: 2-3)
d.      Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.(QS. Al-Baqarah:31)
e.       Membarikan hadiah dan hukuman sesuai dengan usaha dan upaya yang disampaikan peserta didik dalam rangka memberikan persuasi dan motivasi dalam proses belajar.(QS. Al-Baqarah : 119)
            Di Indonesia, masalah kompetensi pendidik terutama guru selalu dikembangkan. Dalam kebijakan terakhir yaitu peraturan pemerintah No. 74/2008 tentang Guru, Bab II, Pasal 2 ditegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Uraian tentang kompetensi di uraikan sebagai berikut.
Karakteristik guru professional yang sangat perfeksionis itu, dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan beberapa kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: 1) kompetensi pribadi; 2) kompetensi paedagogik; 3) kompetensi professional, dan 4) kompetensi sosial.
1)      kompetensi  Pribadi
Dalam pasal empat UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru yang professional setidaknya pribadi guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
a)    berakhlak mulia;
b)   arif dan bijaksana;
c)    mantap;
d)   berwibawa;
e)    stabil;
f)    dewasa;
g)   Jujur;
h)   menjadi teladan bagi peserta didik dan  masyarakat;
i)     secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j)     mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
2)      kompetensi Paedagogik
Kompetensi paedagogik adalah kompetensi guru yang berkaitan dengan landasan dan wawasan keilmuan yang mendasari tugas guru sebagai seorang pendidik, yang meliputi:
a)    pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b)   pemahaman terhadap peserta didik;
c)    pengembangan kurikulum/silabus;
d)   perancangan pembelajaran;
e)    pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f)    pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g)   evaluasi hasil belajar; dan
h)   pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3)      kompetensi  professional
Kompetensi professional menurut UU Guru dan Dosen adalah merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a)    materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b)   konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan.
Profesionalisme pendidik dalam konteks pembelajaran lebih pada kemampuan pendidik dalam mendesain strategi pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Strategi pembelajaran merupakan elemen penting yang harus dikuasai oleh pendidik yang profesional, baik mengenai definisi, klasifikasi, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkaitan dengan strategi pembelajaran, ada empat hal yang harus dijalankan oleh pendidik yang profesional. Pertama, mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku serta kepribadian peserta didik yang diharapkan. Kedua, memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. Ketiga, memilih dan menetapkan metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan metode dan teknik pembelajaran ini berkaitan dengan pemilihan media pembelajaran dan pengelolaan kelas. Keempat, menerapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan untuk dapat menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi.
Profesionalisme pendidik yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal penting. Pertama, model pembelajaran yang meliputi pendidik menyampaikan dan peserta didik menerima materi pelajaran (expository teaching-receptive learning), pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta didik dan pendidik sebagai fasilitator (active learning), situasi interaktif antara pendidik dengan peserta didik (interactive learning), dan peserta didik dimotivasi untuk mencari, menemukan,  dan  memecahkan  masalah  sendiri  (inquiry-discovery-problem  solving).  Kedua, pengelolaan kelas yang  meliputi pendekatan klasikal, kelompok, dan individual. Ketiga, sasaran pembelajaran  yang  meliputi  pendekata pengalaman,  pembiasaan,  emosional,  rasional,  dan fungsional.
4)      kompetensi sosial
Kompetensi sosial berkaitan dengan eksistensi guru sebagai panutan di lingkungan kolega dan masyarakat di mana ia tinggal. Kompetensi social yang harus dimiliki guru setidaknya meliputi:
a)         berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat;
b)        menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
c)         bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua/wali peserta didik;
d)       bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e)         Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Khusus untuk guru Agama Islam, Muhammad Athiyah al-Abrasyi, memberikan batasan dengan karakteristik sebagai berikut:
a)    Memiliki sifat zuhud, yaitu mencari keridaan Allah
b)   Bersih fisik dan jiwanya
c)    Ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya
d)   Bersifat pemaaf, sabar, dan sanggup menahan amarah, terbuka, dan menjaga kehormatan
e)    Mencintai peserta didik
f)    Mengetahui karakter peserta didik
g)   Menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan profesional
h)   Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi dan mampu mengelola kelas
i)     Mengetahui kehidupan psikis peserta didik
Sementara itu Abdurrahman al-Nahlawi memberikan gambaran tentang sifat-sifat pendidik muslim yaitu sebagai berikut:
a)    Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru tersebut bersifat rabbani.
b)   Hendaknya guru bersifat jujur menyampaikan apa yang diajarkannya.
c)    Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan kesediaan untuk membiasakan mengajarkannya.
d)   Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi dan menguasainya dengan baik serta mampu memiliki metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran serta situasi belajar-mengajarnya.
e)    Hendaknya guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara profesional.
f)    Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka sehingga guru dapat memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka.
g)   Hendaknya guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa dan pola berpikir angkatan muda.
h)   Hendaknya guru bersifat adil di antara para pelajarnya, artinya guru tidak cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka serta tidak mengistimewakan seseorang di antara lainnya.
Selain kinerja guru PAI yang terkait dengan tugas pokok atau kompetensi pokok di atas (kompetensi paedagoik, professional, social dan pribadi), menurut Dr. H. Imam Tholhah, Direktur Pendidikan Agama Islam di Sekolah, guru PAI dituntut juga memliki kompetensi manajerial dan kepemimpinan (leadership) yakni kemampuan megelola dan memimpin di sekolah. Hal yang terakhir ini penting, karena dengan kompetensi inilah guru PAI akan bisa lebih eksis dan berperan aktif dalam lingkungan pendidikannya di sekolah tempat dia bertugas. Ia akan dapat menjadi seorang yang berperan aktif dan bahkan pioneer bagi perbaikan dan pembaharuan di sekolahnya.