Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk
menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan
ke bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Malaikat”; “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam
menjadi Khalifah di muka Bumi”. Hal tersebut juga dikuatkan dalam sabda Rasulullah SAW.
كلكم راع وكلكم مسعول
عن رعيته
"Artinya
: Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggungjawaban pada orang yang dipimpinnya.”
Menurut Bachtiar Surin yang dikutip oleh Maman Ukas bahwa
“Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk
menyampaikan atau memimpin sesuatu”.
Dari uraian tersebut jelas bahwa manusia telah dikaruniai sifat
dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap
individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk
memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya.
Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang
mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya
tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan
tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang
baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya
pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin
Pengertian Kepemimpinan Kepala
Sekolah
Leadership atau kepemimpinan adalah “proses
pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu,
melalui proses komunikasi terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Hal
ini ditegaskan oleh McFarland (1978) kepemimpinan adalah suatu proses dimana
pimpinan dilukiskan akan memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau
proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan. Di
sini diperlukan kemampuan membina kerja sama dan membangun komunikasi,
meningkatkan rasa aman dan kesejahteraan bawahan serta mampu menformulasikan
dan mendifinisikan tujuan dan sasaran akhir organisasi.
Dengan demikian kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam menggerakan, mengarahkan, memberi perintah atau pengaruh,
sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara bekerja setiap anggota agar bersikap
mandiri dalam bekerja sehingga tercapainya sebuah tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau kepala
sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan
guru, staf, peserta didik, atau orang tua peserta didik dan pihak terkait untuk
bekerja atau berperan guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Meminjam term
Thomp (1993:40) kepala sekolah merupakan orang yang sangat penting dalam sistem
sekolah yang mana mengusahakan, memelihara aturan dan disiplin, menyediakan
barang-barang yang diperlukan, melaksanakan dan meningkatkan program sekolah,
serta memilih dan mengembangkan pegawai/personil.
Pendekatan
dalam kepemimpinan
Dalam menghadapi perubahan lingkungan, organisasi
membutuhkan pemimpin yang tanggap, kritis dan berani mengambil keputusan
strategis untuk mencapai organisasi kompetitif. Seseorang pemimpin mempunyai
strategi untuk mengarahkan dan memotivasi bawahan agar secara sadar terlibat
dalam kerjasama untuk mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan yang ditampilkan
dalam manajerial secara konsisten disebut dengan gaya (style) kepemimipinan. Gaya kepemimpinan dimaksudkan sebagai cara
berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota kelompoknya.
Dengan demikian, gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin berperilaku secara
konsisten terhadap bawahan sebagai anggota kelompoknya. Dengan demikian, gaya
kepemimpinan adalah cara pemimpin berperilaku secara konsisten terhadap bawahan
sebagai anggota kelompoknya.gaya kepemimpinan yang diterapkan bergantung pada
tingkat kematangan atau kedewasaan (mature)
bawahan dan tujuan yang ingin dicapai. Bawahan sebagai unsur penting yang
terlibat dalam pencapaian tujuan mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan,
kebutuhan dan kepribadian, sehingga pendekatan yang dilakukan pemimpin
disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan.
Secara umum terdapat tiga pendekatan atau gaya
kepemimpinan yaitu;
(1) pendekatan kemampuan
menurut sifat (Traits model),
mengkaji tentang perangai dan kemampuan yang menandai karakteristik pemimpin
yang berhasil dan yang tidak berhasil.
(2) pendekatan kepemimpinan
berdasarkan teori perilaku (behavioral
model), memusatkan perhatian terhadap tindakan yang dilakukan pemimpin
didalam melaksanakan pekerjaan menejerial.
(3) Kepemimpinan menurut
teori kontingensi (Contingency model).
Mengkaji kesesuaian antara perilaku pemimpin dengan karakteristik situasional
terutama tingkat kematangan bawahan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kondisi
yang menentukan efektivitas pemimpin bervariasi menurut situasi, kematangan
atau kedewasaan bawahan.
Pendekatan
Situasional (Contingency) dalam
kepemimpinan
Pendekatan situasional berpendapat bahwa keefektifan
kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara pribadi, tugas, kekuasaan,
sikap, dna persepsi. Pada dasarnyua
teori ini menyatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi
tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimipin dan situasi.Fieler
mengidentifikasi tiga aspek dalam situasi pekerjaan yang membantu menentukan
gaya kepemimpinan yang efektif sebagai berikut: pertama, variable
hubungan antara pemimpin dan
anggota. Jika pemimpin diterima dengan baik oleh anggota kelompok dan anggota
kelompok menghargai pemimpin, maka pemimpin tidak perlu berstandar pada
wewenang formalnya. Akan tetapii jika trjadi sebaliknya, maka pimpinan harus
menyandarkan diri pada perintah untuk menyelesaikan tugasnya. Kedua, variable struktur tugas dalam situasi kerja.
Tugas yang berstruktur adalah tugas yang prosedur atau intruksi langkah demi
langkah untuk untuk penyelesaian tugas terdebut telah tersedia, agar anggota
mengerti tugas yang akan dikerjakan. Semakin jelas dan terperinci tugas yang
akan dilaksanakan, maka semakin besar dukungan anggota. Pemimpin dalam situasi
seperti ini mempunyai wewenang yang besar. Ketiga,
variable kekuasaan sebagai wewenang atau posisi pemimpin. Posisi sebagai
pemimpin puncak atau pemimpin tingkat menengah memudahkan tugas pemimpin dalam
mempengaruhi bawahan.
Bawahan akan bekerja lebih giat jika pemimpin menerapkan
gaya yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kemauan bawahan. Aspek penting
dalam teori ini adalah adanya kesesuaian perilaku pemimpin terhadap bawahannya.
Pendekatan kontingensi menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan
tergantung pada factor-faktor situasi, bawahan, tugas, organisasi, dan
variable-variabel lingkungan lainnya.